Science, Economy, Technology, Style, and Fun
BAB II
Asuransi Dalam Perspektif
Islam
2.1
Pertumbuhan dan Perkembangan
Tidak diterangkan secara
jelas kapan praktek asuransi dimulai dalam islam. Akan tetapi, ini sangat tepat
untuk menyimpulkan bahwa transaksi asuransi telah ada sebelum zaman Rasullah SAW
dan di kembangkan secara berangsur-angsur .
Perkembnagan asuransi islam dapat di
klasifikasikan dalam 6 tahap:
1) praktek dari ajaran al-Aqilah pada
masa lampau suku-suku bangsa Arab sebagai kebiasaan dan adat istiadat
Menurut beberapa
ensiklopedia, transaksi asuransi di mulai dari praktek masa Arab kuno. Ini
merupakan kebiasaan Arab kuno di mana ketika salah satu anggota sukunya di
bunuh oleh seseorang anggota dari suku lain, maka famili dari pihak pembunuh
harus membayar ahli waris pihak korban dengan uang darah sebagai kompensasi.
Keluarga dari pihak pembunuh ditunjuk sebagai Aqilah dalam bahasa Arab dan
harus membayar uang tebusan atas nama pihak pembunuh.
2) kebiasaan Rasullah SAW
Pengembangan praktek
asuransi selama zaman Rasullah SAW dapat dilihat dalam situasi penerimaan
praktek Aqilah arab kuno. Rasullah sendiri telah menerima konsep Aqilah
sebagaimana yang telah dipraktekkan oleh suku Arab kuno.
3) praktek para sahabat
Terdapat pengembangan yang lebih jauh di
dalam asuransi berdasarkan transaksi selama periode khalifah kedua, Sayedina
Umar. Selama periode ini, pemerintah bahkan menganjurkan rakyatnya untuk
menjalankan ajaran Aqilah.
2.2
Ruang Lingkup Perjanjian Asuransi Islam
1)
perjanjian
asuransi jangan melibatkan satupun unsure riba dalam aktifitas investasinya
atau aktifitas lainnya yang diorganisir oleh perusahaan asuransi.
2)
Bisnis
asuransi harus berdasarkan pada prinsip financial al-mudharabah,sebagai alternative dari prinsip bunga rata-rata yang
telah di tetapkan.
3)
Calon
polis asuransi jiwa bukan pihak penerima uang sebagaimana dalam kasus polis
asuransi konvensional.
4)
Suatu
perjanjian asuransi hanya dapat dilaksanakan apabila tidak melanggar
prinsip-prinsip syariah.
5)
Setiap
individu dalam masyarakat memiliki kebebasan untuk membeli polis asuransi
kecuali yang belum berumur 18 tahun dan bagi yang mengalami sakit jiwa.
2.3 Fondasi
Asuransi Dalam Ekonomi Islam
Menurut ajaran islam, sebuah
praktek asuransi mesti memiliki dasar-dasar karakter yang pasti agar menjadi
lebih sah. Dasar-dasar karakter ini dapat diklasifikasikan dalam bebrapa
kategori:
1) Ketulusan (ikhlas)
setiap transaksi atau
perjanjian haru dijalankan dengan ketulusan dan niat yang murni agar dapat
memperoleh hasil yang memuaskan dari Allah SWT.
2) Prinsip mutlak syariah
dalam ajaran islam, sebuah
kontrak asuransi tidak akan sah apabila melanggar segala bentuk prinsip-prinsip
syariah.
3) Sifat-sifat moralitas
dalam perjanjian asuransi
islam, pihak-pihak yang terkait mesti mengamati prinsip-prinsip yang paling
baik , kejujuran, keterbukaan dan kebenaran.
4) Unsur-unsur kontrak asuransi
a)
pihak-pihak
yang terkait dengan kontrak harus memiliki kapasitas yang sah
b)
barang
pokok harus yang bisa diasuransikan
c)
pihak
penanggung terikat sebagai pihak yang mengganti pihak tertanggung atas segala
kerugian barang pokok yang telah disepakati.
d)
Pembayaran
premi oleh pihak tertanggung adalah sesuai dengan pertimbangan dalam kontrak
2.4 Dasar
Pemikiran Asuransi Islam
- Dengan memiliki polis asuransi, beberapa orang yang tidak punya harapan terbantu dari kerugian materi yang tidak diharapkan, yang dapat berakibat pada penderitaan yang lebih parah.
- polis asuransi membantu mengurangi angka kemiskinan dalam masyarakat dan memastikan kehidupan yang nyaman bagi morang miskin.
- memiliki polis asuransi memastikan kehidupan saling bekerja sama dan semangat persaudaraan dan juga menanamkan solidaritas.
- keberadaan perjanjian asuransi menghasilkan masyarakat yang mandiri
- polis asuransi berdasarkan pada prinsip keuangan al-mudharaba, di mana pihak-pihak membagi hasil sesuai dengan porsi yang telah disepakati, sementara itu, menghindari penggunaan riba.
2.5 Sumber
Hukum Asuransi Dalam Ekonomi Islam
Polis
asuransi adalah tetap sah apabila tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
syariah. Oleh karena itu, tiap sumber polis asuransi Islam harus benar-benar
bertdasarkan ajaran syariah. Sumber aturan asuransi islam dapat di bagi menjadi
2 kategori:
2.5.1
Sumber-Sumber Umum
1) Al-Qur’an
ada 500 ayat dalam al-quran
yang berhubungan dengan ketentuan yang sah. Terdapat beberapa ketetapan dalam
al-quran yang membenarkan keabsahan perjanjian asuransi.
2) Sunnah
sunanh atau tradisi Rasullah
SAW adalah sumber utama kedua setelah al-quran. Pada kenyataannya, terdapat
banyak tradisi Rasullah SAW yang membenarkan keabsahan dan kebolehan perjanjian
asuransi dan prakteknya.
3) Praktek Para Sahabat
polis asuransi berasal dari
ajaran Aqilah. Semasa periode akhir khalifah kedua, sayidina umar
mempraktekkannya dan mengarahkan warganya untuk melakukan hal yang sama.
4) Ijtihad dan Kesepaduan Para Ulama
pemikiran, maksud dan
karakter yang sah dari polis asuransi sebagaimana yang dilaksanakan di dunia
saat ini, pertama kali di temukan oleh Ulama Mahzab Hanafi yang terkenal Ibn
Abidin (1784-1836) dalam bukunya Radhul Mukhtar jilid 3, halaman 249.
2.5.2
Sumber-Sumber Spesifik
1) Prinsip-prinsip Perjanjian (aqd)
polis asuransi seperti
perjanjian mengikat pihak-pihak secara sepihak oleh suatu penawaran dan
penerimaan.
2) Dasar-dasar pertanggung jawaban
polis asuransi melindungi
semua kerugian yang diakibatkan oleh kematian, kecelakaan, bencana, dan
kerugian yang lain pada nyawa manusia, property, atau bisnis. Pihak penanggung
(perusahaan asuransi) bertanggung jawab atas penggantian terhadap kerugian pada
barang pokok yang telah disepakati. Pertanggungjawaban semacam itu merupakan pertanggungjawaban
yang dilakukan untuk orang lain.
3) Prinsip-prinsip uberrimae fidei
harus ada kepercayaan antara
pihak-pihak yang terkait perjanjian asuransi.olek karena itu, terbukanya
fakta-fakta material, keterlibatan perbuatan yang curang, penyajian yang keliru
atau memberikan pernyataan palsu adalah semua factor yang dapat membatalkan
polis asuransi.
4) Prinsip-prinsip waris dan wasiyah
dalam asuransi jiwa, pihak
tertanggung menunjuk atau menentukan seseorang calon peserta yang bukan
benar-benar ahli waris, penerima uang warisan.
5) Prinsip-prinsip wakalah (perwakilan atau
agen)
pengangkatan perwakilan oleh
pihak penanggung dan perantara adalah hal yang penting. Pada kenyataannya,
pengangkatan semacam itu, adalah hal yang biasa dilakukan karena hal itu membuat
transaksi dan perjanjian antara pihak penanggung dan pihak tertanggung menjadi
lebih efektif.
6) Prinsip-prinsip al-dhaman (garansi)
dalam polis asuransi, pihak
penanggung berusaha untuk menjamin keamanan materi bagi pihak tertanggung
terhadap kerugian, kerusakan, atau resiko yang tidak diinginkan di masa yang
akan datang.
7) Prinsip-prinsip al-mudharabah dan
al-musharakah
praktek polis asuransi dalam
ajaran syariah dalah benar-benar berdasarkan system keuangan al-mudharabah,
sebagai alternative yang berdasarkan bunga.dalam system ini, satu pihak yang
terkait perjanjian menyediakan modal sementara yang lain membantu usaha
bisnisnya sendiri dan kedua belah pihak saling menyetujui untuk membagi
keuntungan sesuai dengan itu. Sementara itu, polis asuransi juga berlaku pada
prinsip dasar al-musharakah di mana kedua belah pihak penanggung dan
tertanggung adalah partner dalam polis asuransi yang dijalankan oleh perusahaan
asuransi.
8) Prinsip-prinsip hak dan kewajiban
Polis asuransi mengacu
kepada prinsip-prinsiphak dan kewajiban yang muncul demi kemanusiaan dan alami.
Contohnya merupakan hal yang logis dan alami bagi seseorang dalam masyarakat
manapun untuk melindungi diri mereka, property, keluarga dan tetangga mereka
Dari resiko dan bahaya yang tidak diinginkan.
Dari resiko dan bahaya yang tidak diinginkan.
9) Prinsip-prinsip hukum kemanusiaan
salah satu tujuan hukum
kemanusiaan adalah untuk menanamkan saling memahami di antara para anggota dan
masyarakat untuk melindungi mereka dari kerugian, kerusakan, atau yang tidak
diinginkan atau bentuk lain dari resiko bahaya atau penderitaan. Karena itu,
polis asuransi dapat meringankan salah satu dari penderitaan yang muncul dari
resiko kerugian materi yang tidak diinginka, yang masih dalam lingkup hokum
kemanusiaan.
10) Prinsip kerja sama
dalam suatu polis, pihak
tertanggung dan penanggung sepakat dalam kerja sama yang sah, di mana pihak
tertanggung memberikan modal (melalui pembayaran atau penyetoran premi) kepada
pihak penanggung (perusahaan asuransi), agar pihak penanggung dapat
menginvestasikan premi tersebut di dalam bisnis yang sah (berdasarkan
al-mudharabah).
Pada saat yang sama, sebagai
kompensasi pihak penanggung berkewajiban, mengganti rugi pihak tertanggung
terhadap segala bentuk kerugian, kerusakan atau resiko yang tidak diharapkan
pada materi pokok yang telah disetujui. Kerjasama timbal balik ini dibenarkan
oleh ajaran agama sebagai kerja sama timbal balik, solidaritas, dan
persaudaraan.
by : Fenny Rahmalia
No comments:
Post a Comment