Science, Economy, Technology, Style, and Fun
Perencanaan Moneter
Abstrak
System moneter dalam perekonomian merupakan penggerak
pembangunan perekonomian, karena system moneter merupakan pengaturan dari
keuangan yang ada pada suatu Negara, dengan kata lain system moneter adalah
modal atau bahan bakar untuk menggerakkan roda perekonomian. Dalam fungsinya
sebagai bahan bakar perekonomian tersebut, maka system moneter yang ada dalam
suatu Negara harus direncanakan secara teliti dan hati-hati, karena perencanaan
moneter yang telah ditargetkan akan menghasilkan kebijakan moneter yang akan
diterapkan dalam perekonomian Negara. Melihat pentingnya perencanaan moneter
tersebut, maka harus disusun secara teliti dan professional untuk menghasilkan
kebijakan yang akurat dan relevan, karena dapat menentukan perekonomian masa
depan. Dalam perencanaan moneter, perlu adanya unsur yang dapat mengatur
segalanya, dan unsur itu ialah Ibadah (Religion).
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
System moneter dalam suatu Negara bervariasi sesuai
dengan keadaan ekonomi Negara tersebut, dimana system moneter ini berfungsi
sebagai stabilisator perekonomian suatu Negara atau boleh dibilang system
moneter adalah darah untuk jalannya perekonomian suatu Negara. Sehubungan
dengan pentingnya system moneter tersebut, maka harus ada perencanaan yang
matang untuk menyusun system moneter tersebut, dengan harapan menghasilkan
kebijakan yang sesuai dengan apa yang telah di tetapkan. Perencanaan moneter
harus dilakukan secara teliti, akurat, baik dan benar, karena perencanaan
tersebut akan dijadikan sebagai pedoman perekonomian dimasa yang akan datang
dengan alat kebijakan moneter.
2. Pembatasan Masalah
Dalam hal ini penulis sengaja membatasi masalah
meliputi perencanaan ekonomi yaitu :
a.
Peranan sector moneter dalam pembangunan ekonomi
b.
Program moneter
c.
Perencanaan moneter dengan ibadah
3. Tujuan
Adapun tujuan umum dari penyusunan perecanaan moneter
ini adalah sebagai pedoman atau targetting yang akan dilakukan oleh lembaga
otoritas moneter dalam kaitannya dengan perekonomian Negara.
Sedangkan tujuan secara khusunya adalah cendrung pada
pengetahuan pribadi untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan yang akan dijadikan
sebagai bekal hidup dimasa yang akan dating serta harapan nilai yang baik untuk
hasil yang baik pula.
B. Peranan Sektor Moneter dalam Pembangunan Ekonomi
Perencanaan moneter merupakan suatu perencanaan yang
komprehensif dengan memperhatikan berbagai variable ekonomi riil termasuk
melakukan koordinasi dengan kebijakan fiscal dan kebijakan ekonomi lainnya. Dalam
pembangunan ekonomi, peranan sector moneter dicerminkan dengan kebijakan
moneter yang secara langsung mempengaruhi pada sisi penawaran dari uang
beredar, sedangkan perubahan pada sisi permintaan uang merupakan respons
masyarakat terhadap berbagai kebijakan dibidang ekonomi. Interaksi yang terjadi
antara kekuatan penawaran dan permintaan terhadap uang bererdar akan menentukan
kondisi pasar uang yang tercermin pada perkembangan suku bunga dan jumlah uang
beredar. Keadaan pasar uang tersebut dapat menentukan keadaan sector riil
setelah berinteraksi dengan pasar barang, seperti yang kita ketahui, bahwa
keadaan sector riil tercermin oleh pendapatan nasional, pertumbuhan ekonomi,
kesempatan kerja, tingkat bunga, tingkat harga dan neraca pembayaran.
Dalam konteks perencanaan pembangunan ekonomi secara
makro atau yang dikenal dengan Financial Programming and Policies, perekonomian
dikelompokkan kedalam empat sector, yaitu:
a.
Sector riil
b.
Sector eksternal
c.
Sector pemerintah
d.
Sector moneter
Keempat sector tersebut memiliki hubungan saling
mempengaruhi satu sama lainnya, seperti pertumbuhan permintaan agregat yang
tercermin pada konsumsi, investasi, dan net ekspor, terkait erat dengan
pertumbuhan kredit perbankan (jika modal didapat dari pinjaman perbankan)
aliran modal masuk, pengeluaran pemerintah, dan factor-faktor lainnya. Disisi
lain output agregat tergantung pada pertumbuhan faktor-faktor produksi, modal
dan tenaga kerja. Seperti yang telah dikutip diatas, modal juga bisa berupa
pinjaman dari bank, pinjaman dari pihak asing & penanaman modal asing
(sector eksternal), bantuan pemerintah, atau modal sendiri. Hubungan-hubungan
ini akan lebih jelas ditunjukkan oleh gambar 9.1
Sektor Riil
Konsumsi
Investasi
Ekspor
Impor
|
Sektor Eksternal
Transaksi Berjalan
Ekspor
Impor
Transfer
Penghasilan
(Income)
Transaksi Modal dan Keuangan
Investasi
Langsung
Aliran Keuangan
-
Pemerintah
-
Swasta
Cadangan Devisa
|
Sektor Pemerintah (Fiskal)
APBN
Penerimaan,
termasuk hibah
Pengeluaran
Keseimbangan
(overall)
Pembiayaan
-
Dalam Negeri
-
Luar Negeri
|
Sektor Moneter
Otoritas Moneter
Aktiva luar negeri bersih Uang
Aktiva Domestik Bersih Primer
NCG
Bank Umum
Aktiva luar negeri bersih Uang
Aktiva Domestik Bersih Beredar
|
Perencanaan pembangunan ekonomi dilakukan dengan
melakukan proyeksi pertumbuhan ekonomi dengan memperhatikan sector luar negeri
dan potensi anggaran pemerintah, kemudian diselaraskan dengan kemampuan moneter
sebagai sumber pembiayaan pembangunan yang diperlukan sector riil sekaligus
stabilisator. Namun dalam praktiknya sector moneter merupakan residual dalam
proses perencanaan setelah dilakukan proyeksi sector riil dan kemampuan
keuangan Negara. Dengan demikian, apabila kebijakan moneter terlalu ekspansif, berarti
jumlah uang beredar bertambah dan melebihi dari permintaan masyarakat pada
tingkat bunga, pendapatan, dan harga, peningktan jumlah unag beredar tersebut
dapat mengakibatkan naiknya Purchasing Power Parity (daya beli masyarakat yang
tinggi) karena masyarakat memiliki uang yang berlebih, akan mendorong
masyarakat untuk membelanjakan uangnya dengan demikian, akan terjadi
peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa untuk konsumsi maupun factor
–factor produksi dan investasi. Sesuai dengan hokum permintaan dan penawaran,
jika terjadi lonjakan permintaan terhadap barang dan jasa, yang melampaui
batas, maka barang dan jasa tersebut yang memiliki sifat terbatas cendrung
meningkat harganya, karena adanya usaha dari penyedia barang dan jasa tersebut
untuk menjaga kestabilan produksi atas barang dan jasa yang dihasilkan supaya
tidak terjadi kelangkaan.
Peningkatan permintaan agregat tersebut dapat
mendorong kenaikan harga-harga barang dan jasa didalam negeri. Fenomena ini
disebut juga sebagai demand-pull inflation. Disisi lain, terjadinya peningkatan
permintaan agregat tersebut bisa menjadi anugrah apabila kapasitas dan
factor-factor produksi masih cukup tersedia, sehingga kenaikan konsumsi akan
memacu kenaikan investasi yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi dan
memperluas kesempatan kerja (meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi
pengangguran). Namun, jika terjadi sebaliknya yaitu apabila kapasitas dan
factor-factor produksi terbatas, kenaikkan permintaan agregat terhadap barang
dan jasa serta factor-factor produksi akan meningkatkan harga-harga pada
umumnya, sehingga untuk mengatasi keterbatasan tersebut, pemerintah membeli
barang import dari luar negeri, sehingga akan menaikkan import. Namun yang
menjadi permasalahan selanjutnya adalah selisih dari jumlah import dan ekspor
tersebut. Jika import lebih besar daripada ekspor, maka pendapatan luar negeri
pemerintah cendrung menurun bahkan deficit, dan sebaliknya, jika import lebih
kecil dari espor, maka akan terjadi surplus perdagangan internasional.
Sebaliknya, apabila kebijakan moneter terlalu
kontraktif, yaitu penambahan jumlah uang beredar lebih kecil dari permintaan
masyarakat, maka akan terjadi pengurangan daya beli masyarakat terhadap barang
dan jasa, sehingga akan mengakibatkan penurunan tingkat investasi. Walaupun
harga-harga barang dan jasa akan stabil bahkan menurun, pertumbuhan ekonomi
akan melambat dan sasaran akhir pembangunan ekonomi tidak tercapai. Hal seperti
ini bisa ditanggulangi dan distabilkan dengan adanya penambahan satu unsure
pada interaksi diatas, unsure tersebut adalah Ibadah (Religion), hal ini sudah
terbukti benar.
Kebijakan Moneter berfungsi bukan hanya sebagai
stabilisator, tetapi juga sebagai katalisator pembangunan ekonomi melalui
peranannya dalam mempengaruhi jumlah uang beredar. Dengan pengaturan jumlah
uang yang beredar, bank sentaral mengharapkan dapat mengubah kondisi pasar uang
sedemikian rupa sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi, inflasi, kondisi neraca
pembayaran setra akhlak para pelaku ekonomi bisa berkembang dengan baik dan
sesuai dengan apa yang ditargetkan.
Sector moneter dalam pembangunan ekonomi seperti darah
dalam manusia, dimana jika sector moneter mengalami keguncangan, maka semua
sector riil akan mengalami hal yang sama. Untuk menghindari hal tersebut, maka
perlu adanya perencanaan moneter yang sesuai atau relevan dan hati-hati,
sehingga kebijakan yang lahir dari perncanaan moneter akan berjalan sesuai
dengan rencana, jika tidak maka hanya menghasilkan masalah baru, bukan jalan
keluar.
C. Program Moneter
Program moneter merupakan susunan rencana-rencana yang
akan diimplementasikan secara efektif oleh lembaga otoritas moneter atau Bank
Sentral (Bank Indonesia) dalam kaitannya dengan proyeksi jumlah uang beredar
baik dari sisi penawaran maupun sisi permintaan untuk suatu waktu tertentu.
Pada umunya disusun secara tahunan dan memberikan informasi tentang tidakan apa
yang perlu diambil oleh bank sentral agar sasaran yang telah direncanakan dan
ditetapkan tercapai dengan baik. Program tersebut juga dapat memberikan
informasi kepada bank sentral mengenai apa yang akan terjadi pada keadaan
perekonomian apabila bank sentral menempuh atau tidak menempuh kebijakan
moneter tersebut.
Dalam rangka penyusunan program moneter tersebut, bank
sentral terlebih dahulu me-review data statistic moneter beberapa waktu
terakhir untuk penyusunan proyeksi moneter yang akurat. Data-data statistic
tersebut meliputi Jumlah Uang Beredar dan factor-factor yang mempengaruhinya.
Analisis data statistic moneter dilakukan secara statis untuk mengetahui
seberapa besar jumlah uang beredardan factor-factor yang menentukannya pada
waktu tertentu, dan dilakukan juga secara dinamis dengan cara membandingkan
data statistic uang yang beredar pada waktu yang berlainan untuk mengetahui
perubahan jumlah uang beredar dan factor-factor yang mempengaruhinya.
Langkah-Langkah Penyusunan Program Moneter
Program moneter perlu disusun secara cermat dan penuh
dengan ketelitian, untuk menghasilkan program moneter yang sesuai (relevan)
sehingga dapat digunakan dalam menetapkan kebijakan moneter dengan tepat,
akurat dan sesuai dengan tujuannya. Oleh karena itu, penyusunan program moneter
menuntut pengetahuan teoritis dan kemampuan analisis yang baik untuk
menghasilkan kebijakan moneter yang baik pula.
Adapun langkah-langkah penyusunan program moneter yang
menjadikan jumlah uang beredar sebagai sasaran adalah sebagai berikut:
1. Penetapan sasaran makroekonomi
Penetapan sasaran makro ekonomi ini berupa tingkat
pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, dan tingkat suku bunga.
2. Pemproyeksian permintaan masyarakat terhadap uang (demand for money)
Permintaan terhadap uang oleh masyarakat biasanya
untuk kebutuhan transaksi, berjaga-jaga, dan spekulasi. Dan besarnya permintaan
masyarakat terhadap uang tergantung pada perubahan harga-harga barang atau
inflasi. Inflasi mempengaruhi keputusan masyarakat dalam mensubstitusikan uang
dengan barang-barang riil, semakin tinggi perkiraan tingkat inflasi, semakin
besar keinginan masyarakat untuk mensubstitusikan uang dengan barang sehingga
permintaan uang menurun. Permintaan masyarakat terhadap uang juga dipengaruhi
oleh permintaan uang pada periode sebelumnya, yakni semakin besar permintaan
uang pada periode sebelumnya, semakin besar pula permintaan masyarakat akan
uang dimasa yang akan datang.
Proyeksi permintaan uang beredar dapat dilakukan
dengan menggunakan persamaan ekonometrik atau permodelan ekonometrik dimana
uang beredar sebagai fungsi dari pendapatan nasional, tingkat suku bunga, dan
inflasi. Variasi model yang digunakan dalam ekonometrik biasanya disesuaikan
dengan karakteristik dan tingkat monetisasi serta perkembangan pasar financial
suatu Negara.
Factor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar
Dalam program moneter, perkiraan permintaan jumlah
uang oleh masyarakat disebut sebagai sasaran perencanaan moneter, yakni jumlah
penawaran uang akan diatur oleh bank sentral dan disesuaikan dengan sasaran
perencanaan moneter agar sasaran ekonomi makaro dapat tercapai.
Penawaran uang beredar dipengaruhi oleh net foreign
assets (NFA) dan net domestic assets (NDA) yang terdiri dari:
a.
Net Claims on Government (NCG)
b.
Net Claims on Official Entities dan Net Claims on Private Sector (NDC)
c.
Net Other Items (NOI)
Dan bentuk persamaannya adalah :
MS = NFA+NDA
NDA = NCG+NDC-NOI
Neraca pembayaran merupakan sasaran yang secara
ex-ante telah ditetapkan bersama-sama ketika menetapkan sasaran pertumbuhan
ekonomi, berarti NFA sudah di tetapkan terlebih dahulu. Dengan mengetahui besar
NFA dan MS (besarnya sama dengan sasaran perencanaan moneter) maka dengan mudah
dapat diketahui NDA, yaitu:
NDA=MS-NFA
NCG dianggap given yang ditentukan oleh kegiatan
pemerintah sesuai anggaran, sedangkan NOI sulit diperkirakan perkembangannya,
maka NCG dan NOI dianggap konstan. Maka besarnya NDC dapat diperkirakan, apabila
perkiraan jumlah NDC tidak realistis, maka semua asumsi perekonomian diubah
sampai semua variable ekonomi tersebut dan factor-faktor yang mempengaruhi uang
berear dianggap sudah konsisten.
Pengendalian Uang Beredar Secara Tidak Langsung
Satu-satunya factor yang dapat mempengaruhi jumlah
penawaran uang beredar adalah kredit perbankan, yaitu melalui pengendalian
reserve bank-bank. Semakin besar reserve bank-bank, maka semakin besar
kemampuan bank untuk memberikan pinjaman. Bank sentral mengendalikan reserve
bank-bank tersebut, pengendalian uang beredar melalui reserve bank-bank ini
disebut pengendalian moneter secara tidak langsung. Dalam hubungan ini
menggunakan instrument moneter secara tidak langsung, yaitu seperti reserve
requirement, operasi pasar terbuka, fasilitas diskonto, dan fasilitas lainnya.
Pada masa sekarang, operasi pasar terbuka paling banyak dipergunakan, yaitu
dengan cara penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dan Sertifikat Bank Indonesia
(SBI).
Pengendalian jumlah uang beredar dilakukan dengan cara
pengaturan uang primer dihubungkan dengan penggandaan uang (money multiplier)
yaitu rasio antara uang beredar dan uang primer. Money multiplier dipengaruhi
oleh preference masyarakat akan uang kartal dan persentasi likuiditas yang
wajib dipelihara oleh bank-bank. Jika preferensi masyarakat berubah dari uang
kartal menjadi uang giral dan uang kuasi, maka kemampuan bank-bank dalam
menciptakan uang beredar semakin bertambah. Apabila reserve requirement
diturunkan, maka bank mempunyai kemampuan yang lebih tinggi untuk menciptakan
uang beredar.
Penyusunan program moneter melalui pendekatan reserve
requirement dilakukan dengan cara memproyeksikan permintaan uang primer, yang
meliputi uang kartal dan cadangan bank-bank berdasarkan target yang ingin dicapai dan memperkirakan
penawaran uang primer. Perbandingan hasil perkiraan penawaran uang dan proyeksi
permintaan uang primer dapat diperoleh informasi untuk pengendalian moneter
oleh otoritas moneter.
Langkah-langkah yang ditempuh oleh bank sentral dalam
mengendalikan reserve bank-bank adalah sebagai berikut:
a.
Memperkirakn jumlah kewajiban segera bank-bank (terdiri dari demand
deposit dan time deposit)
b.
Perkiraan besar cadangan yang dibutuhkan bank-bank (demand for reserve)
Terdiri
dari :
-
Cadangan untuk memenuhi kewajiban minimum (demand for required reserve),
dapat diperkirakan jumlahnya karena cash ratio-nya ditetapkan oleh bank sentral
-
Cadangan exces untuk berjaga-jaga (demand for excess reserve), dapat
diperkirakan berdasarkan data empiris.
c.
Proyeksi pasokan uang primer (supply of reserve money), proyeksi ini
dilakukan dengan memperkirakan perkembangan factor-faktro yang mempengaruhi
uang primer
d.
Perkiraan supply reserve bank-bank dibandingkan dengan perkiraan demand
reserve bank-bank. Yiatu apabila terjadi excess supply melalui operasi pasar
terbuka, dengan menjual surat-surat berharga jangka pendek, atau dengan
instrument lain, bank sentral dapat menyedot kelebihan reserve tersebut dan
sebaliknya.
D. Perencanaan Moneter dengan Ibadah (Religion)
1. Pendahuluan
Kata-kata ibadah (dalam agama Islam) atau Religion
(tingkat universal) identik dengan pengabdian seseorang hamba kepada Tuhan-nya
dan terpisah dari konsep ekonomi, sejak masa merkantilis dahulu, bahkan sejak
masa pemisahan agama dari ilmu pengetahuan. Sehingga yang seharusnya konsep
religion dikaitkan dengan ilmu pengetahuan sudah diabaikan, dan hasilnya adalah
faham kapitalis (cendrung pada egoism pribadi) dan faham sosialis (cendrung
kapada kebersamaan dan pemerataan). Kedua faham tersebut hanya menilai 2 unsur saja,
yaitu “Aku” dan “Kamu” (versi kapitalis) serta “Aku” dan “Kami” (versi
sosialis). Namun kita lupa unsure ketiga, yaitu Tuhan, sehingga konsepnya
adalah “Aku”,”Kamu Semua” dan “Tuhan”.
Kata “Religion” sebenarnya adalah pen-stabil sekaligus
pemimpin dari semua system yang ada didunia ini. Tanpa adanya unsure religion,
semua siatem didunia ini seperti kartun dalam dua dimensi, mereka hidup kaku
tanpa adanya warna nyata, sekalipun diwarnai, mereka hanya menggunakan warna
semu dan tidak riil. Ini lah gambaran system yang ada sekarang, hanya
berhubungan dengan dua unsure saja, dalam agama islam dikenal dengan Hablu min
An-naas (hubungan dengan manusia) namun agama islam tidak mengajarkan hanya
hubungan dengan manusia saja, melainkan ada satu hubungan lagi, yaitu “Hablu
min Allah” (hubungan dengan Tuhan), sehingga membentuk tiga unsur, yaitu
“Aku”,”Kamu Semua” dan “Tuhan”, konsep tiga unsure tersebut dikenal sebagai
konsep Tiga Dimensi Keseluruhan atau dikenal sebagai konsep “Tiga Dimensi
Kaffah” yang selanjutnya membentuk semacam Trisula Kurva yang dikenal sebagai
Kurva “Trisula Kaffah”. Dalam hubungannya dengan perekonomian, kurva 3 dimensi
Trisula Kaffah menunjukkan suatu titik keseimbangan yang berbentuk diagonal
ruang dan membentuk ruangan kubus. Dalam perekonomian khusunya hubungan antara
Uang, Produk dan Religion (dalam ekonomi moneter) menghubungkan 2 kebijakan
sekaligus, yaitu kebijakan Fiskal dalam sector riil dan kebijakan Moneter dalam
sector financial dan diseimbangkan oleh Religion, semuanya akan terpaku pada
religion. Dengan demikian, masuknya unsure Religion dalam perekonomian adalah
sebagai penyeimbang atau unsure keadilan dalam system ekonomi.
2. Ibadah Masuk dalam Sistem Moneter?
Suatu pertanyaan yang mungkin dilontarkan untuk
masalah ini, ibadah yang salama ini merupakan bentuk pengabdian kepada Tuhan
ternyata mengandung unsure ekonomi dan dapat diterapkan dalam system
perencanaan moneter. Sebagai contoh, ketika pada suatu Negara terjadi inflasi, yang
diakibatkan bertambahnya jumlah uang beredar secara besar-besaran (tidak
terjadinya keseimbangan antara pasar uang dan pasar barang atau jumlah uang
yang beredar lebih banyak daripada jumlah barang yang diproduksi) sehingga
mengakibatkan melonjaknya Purchasing Power Parity masyarakat sedangkan barang
yang diproduksi cendrung terbatas bahkan langka, maka harga dari produk/output
(barang dan jasa tersebut) cendrung mengalami peningkatan terus menerus
(permintaan semakin tinggi, sedangkan barang dan jasa tebatas) hal seperti ini
akan terus menerus terjadi dan pihak otoritas moneter berusaha untuk
menstabilkannya dengan 2 dimensi saja itu belumlah cukup, maka unsur Religion
perlu dimasukkan, karena unsur tersebut mengatasi masalah dengan pendekatan
pribadi dan keseluruhan, dimana religion memberikan himbauan untuk menggunakan
harta sebaik-baiknya dan jangan berlebih-lebihan serta menghindari konsep atau
transaksi yang tidak jelas (gharar), pengundian nasib (Maysir) serta
penggandaan suatu nilai yang mengandung unsur dzalim (riba), serta menganjurkan
untuk bersedekah (infak dan shadaqah) dan mewajibkan membayar zakat sesuai
nisbat dan nisabnya, serta mewajibkan Haji bagi orang yang mampu (konsep haji
ini secara jelas memberikan pendapatan yang sangat besar bagi Negara yang
sampai saat ini pun belum tahu realisasinya) serta Religion menganjurkan untuk
memproduksi yang sesuai dengan permintaan dan penawaran, dan bertransaksi
dengan adil tanpa adanya unsur spekulasi dan kecurangan yang lain.
Dari pemaparan mengenai konsep religion tersebut, kita
hubungkan dengan masalah perekonomian yang telah diceritakan di awal. Konsep
religion tidak terpengaruh oleh inflasi dan permasalahan lainnya, justru
religion-lah yang membawa inflsi tersebut kearah jalan yang benar, ketika harga
barang naik unsur religion memerintahkan untuk menggunakan barang-barang yang
bermanfaat sehingga permintaan terhadap barang-barang tidak terlalu tinggi,
karena masyarakat cendrung membeli barang yang benar-benar dibutuhkan. Bahkan
ketika terjadi deflasi-pun masyarakat akan cendrung membeli barang-barang yang
hanya dibutuhkan saja (barang primer) hal tersebut diperkuat lagi oleh unsur
religion dengan konsep menabung untuk masa depan serta kegiatan ekonomi yang
sesuai dengan apa yang dianjurkan agama (lihat ketentuan-ketentuan perniagaan
yang ada dalam al-Quran bagi umat Islam). Walaupun sifat masyarakat itu ialah
konsumtif dan produktif, tapi jika berjalan dengan pengawasan Religion akan
berjalan dengan baik dan benar.
Jika konsep religion ini dimasukkan kedalam instrument
moneter, maka akan terjadi substitusi beberapa instrument moneter, seperti
substitusi diskonto dengan investasi masa depan dan tabungan haji (bagi ummat
muslim) atau tabungan ke vatikan itali, india dan lain-lain untuk agama non
islam atau tabungan bakti social (secara global, dalam Islam dikenal dengan
Shadaqah) serta substitusi konsep instrument pada Operasi Pasar Terbuka, yaitu
konsep bunga SBI diganti dengan bagi hasil dan syirkah dalam SBI dan SUN.
Dalam dunia perbankan, hilangnya unsur-unsur ribawi
tersebut bukan masalah, tapi merupakan transformasi dari masalah menjadi
maslahah, dimana jika konsep nonribawi diterapkan, maka ketika terjadi resesi
perekonomian, perbankan tidak akan mengalami dampak yang sangat fital atau
sangat dahsyat, karena konsep bank non ribawi berjalan sesuai dengan aturan
yang dianjurkan Islam (Religion). Yang menjadi pertanyaan selanjutnya apakah
konsep perbankan nonribawi di Indonesia sudah sesuai dengan anjuran agama?
Jawabannya adalah belum 100% tapi sedang menuju kesana. Karena sesuai dengan
istilah “meluruskan tulang rusuk yang bengkok harus dengan hati-hati dan
perlahan-lahan. Jika sekaligus yang terjadi adalah patah”
Anjuran Zakat, Infak, Shadaqah, dan Wakaf (ZISWAF)
bisa dijadikan sebagai investasi religi dan bahkan alat promosi yang jitu dalam
perniagaan, selain itu juga ziswaf bisa meningkatkan tali persaudaraan dan
akhirnya menimbulkan rasa aman dan tentram, serta ziswaf dapat dijadikan
senjata pemberantasan kebodohan dan pensejahteraan rakyat, dimana terjadinya
aliran dana dari orang yang memiliki dana berlebihan kepada orang yang
kekurangan dana, sehingga mereka bisa hidup dengan baik dan meningkatkan
Purchasing Power Parity masyarakat yang kurang mampu akibatnya permintaan terhadap
output akan stabil bahkan meningkat dengan hadirnya konsumen baru (kalangan
kurang mampu). Peningkatan permintaan output tersebut dibarengi dengan unsur
Religion yang mengatur produksi yang berkualitas dan dengan kuantitas tertentu
sehingga walaupun harga dari output tersebut agak mahal, tapi masyarakat yang
kurang mampu sudah memiliki daya beli dan akhirnya “output laku, harga saku,
zakat kudu, usaha terus melaju dan kesejahteraan akan segera tertuju”.
3. Reformasi Moneter
Reformasi moneter tidak hanya terbatas oleh
pengeluaran uang (penciptaan uang) namun juga meliputi pelindungan nilai uang
tersebut, dengan kebenaran muamalat (perniagaan) dan tidak mengeksploitasinya
didalam hal-hal yang merugikan ummat. Upaya yang dapat dilakukan dalam hal ini
adalah peranan Religion, yaitu:
a.
Religion melarang setiap hal yang berdampak pada bertambahnya gejiolak
dalam daya beli uang dan ketidak stabilan nilainya yang hakiki, contohnya
sebagai berikut:
-
Pengharaman memperdagangkan uang
-
Pengharaman Penimbunan Harta
-
Pengawasan terhadap inflasi dengan memperkuat unsur R, sehingga inflasi
tidak begitu dirasakan parah.
b.
Agar uang berperan pada fungsinya dan terlindung nilainya
c.
Melindungi Inflasi (menjaga inflasi) dengan himbauan untuk investasi
riil dan tidak berlebih-lebihan dalam konsumsi.
d.
Penyatuan mata uang (hubungannya dengan dunia internasional).
e.
Revolusi mata uang (penggantian jenis mata uang dengan jenis lain yang
sesuai dengan nilai penggantinya) hal ini pernah terjadi sewaktu masa
pemerintahan Ummar bin al-Khattab RA.
Dari hal diatas, dapat diproyeksikan program moneter
yang harus ditempuh untuk perencanaan moneter kedepannya, karena itu program
moneter tertuang dalam konsep ZISWAH dan Mu’amalat Syar’iyyah.
4. Kesimpulan
Dengan demikian, dapat kita tarik kesimpulan bahwa
program yang dapat ditempuh oleh bank sentral adalah penyeimbangan dan
pemantapan R, dimana instrument R adalah Zakat, Infak, Shadaqah, Wakaf, Haji,
Himbauan Moral, Investasi riil (mudharabah, musyarakah, wakalah dan
kerabat-kerabatnya) dapat menetralisir inflasi, dengan cara pengaturan JUB yang
tidak mengendap, yakni uang tidak mengendap di Bank, melainkan terus berjalan
sesuai denga kegiatan ekonomi yang terpantau oleh aturan agama. Bahkan
instrument Ziswaf tadi bisa berfungsi sebagai distributor uang beredar dengan
mempertimbangkan unsur social dan agama, terdistribusinya uang yang beredar dengan
baik dapat menghasilkan hal yang baik pula.
Hal ini menyingkirkan konsep diskonto Bank yaitu
peningkatan tingkat suku bunga untuk menarik dan mengurangi jumlah uang yang
beredar supaya tidak terjadi inflasi, hal seperti ini kurang tepat, karena
hanya berfikir mengurangi masalah, bukan mengatasi masalah, bahkan kebijakan
diskonto pun bisa jadi masalah serius di kemudian hari. Berarti kebijakan
diskonto tersebut adalah kebijakan mengurangi masalah dengan potensi penambahan
masalah di masa depan (transfer masalah, bukan sharing masalah). Dan operasi
pasar terbuka yang masih menggunakan tingkat suku bunga akan bernasib sama,
karena transaksi bukan berdasarkan pada keuntungan riil namun berdasarkan pada
keuntungan harapan (masih gharar), sehingga perlu adanya perombakan transaksi
dalam OPT, dari transaksi dengan keuntungan gharar menjadi transakasi dengan
keuntungan riil atau sesuai dengan keadaan perekonomia.
Kesimpulan Akhir
System moneter dalam suatu Negara perlu direncanakan
dengan baik dan benar oleh lembaga otoritas moneter, dalam rangka menciptakan
kebijakan moneter yang sesuai dengan apa yang terjadi pada perekonomian,
sehingga dapat menciptakan kestabilan system perekonomian dalam suatu Negara.
Dalam kaitannya dengan perencanaan moneter, harus
dibuat suatu program moneter untuk menaggulangi atau sebagai antisipasi
terhadap gejolak perekonomian yang bisa terjadi kapan saja, baik itu inflasi
maupun hal yang lainnya. Dalam Program Moneter yang dibuat oleh pihak otoritas
moneter (bank sentral) meliputi kebijakan yang ditempuh oleh bank sentral dalam
mengatasi masalah perekonomian, seperti Program atau kebijakan Operasi Pasar
Terbuka (OPT), kebijakan diskonto, dan himbauan moral. Namun hal tersebut
dirasa belum cukup untuk menanggulangi masalah perekonomian, sehingga perlu
adanya perubahan atau penambahan cara baru untuk menaggulangi masalah
perekonomian tersebut, cara baru yang muncul adalah memasukkannya nilai Agama
kedalam system moneter dan perencanaan moneter, sehingga dapat menciptakan
suatu kebijakan moneter yang bisa menanggulangi masalah perekonomian. Unsur
agama ini merupakan unsur ke tiga yang mulai masuk kedalam system perekonomian
dan tertuang dalam kurva tiga dimensi.
Demikianlah kesimpulan yang dapat disampaikan oleh
penulis, selebihnya penulis mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya atas
kesalahan yang ada dalam tulisan ini, karena penulis juga manusia yang memiliki
sifat salah dan benar. Dan penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai bahan
koreksi untuk penulisan dimasa yang akan dating. Semoga karya tulis ini bisa
bermanfaat. Amiin.
Referensi
Pohan, Aulia (2008).
“Kerangka Kebijakan Moneter & Implementasinya di Indonesia” Rajawali Pers:
Jakarta
Ahmad
al-Haritsi, Jaribah (2003). “Al-Fiqh
Al-Iqtishadi Li Amiril Mukminin Umar Ibn Al-Khaththab”. Dar Al-Andalus Al-Khadra’:Jeddah, Saudi Arabia. Cet. I
Chapra, M. Umer. Dr.
(2000). “Sistem Moneter Islam” Tazkia Institute
No comments:
Post a Comment