Cari Dollar gratis

Friday, January 27, 2012

Makalah Perencanaan Moneter

Science, Economy, Technology, Style, and Fun

Perencanaan Moneter
Abstrak
System moneter dalam perekonomian merupakan penggerak pembangunan perekonomian, karena system moneter merupakan pengaturan dari keuangan yang ada pada suatu Negara, dengan kata lain system moneter adalah modal atau bahan bakar untuk menggerakkan roda perekonomian. Dalam fungsinya sebagai bahan bakar perekonomian tersebut, maka system moneter yang ada dalam suatu Negara harus direncanakan secara teliti dan hati-hati, karena perencanaan moneter yang telah ditargetkan akan menghasilkan kebijakan moneter yang akan diterapkan dalam perekonomian Negara. Melihat pentingnya perencanaan moneter tersebut, maka harus disusun secara teliti dan professional untuk menghasilkan kebijakan yang akurat dan relevan, karena dapat menentukan perekonomian masa depan. Dalam perencanaan moneter, perlu adanya unsur yang dapat mengatur segalanya, dan unsur itu ialah Ibadah (Religion).
A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang
System moneter dalam suatu Negara bervariasi sesuai dengan keadaan ekonomi Negara tersebut, dimana system moneter ini berfungsi sebagai stabilisator perekonomian suatu Negara atau boleh dibilang system moneter adalah darah untuk jalannya perekonomian suatu Negara. Sehubungan dengan pentingnya system moneter tersebut, maka harus ada perencanaan yang matang untuk menyusun system moneter tersebut, dengan harapan menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan apa yang telah di tetapkan. Perencanaan moneter harus dilakukan secara teliti, akurat, baik dan benar, karena perencanaan tersebut akan dijadikan sebagai pedoman perekonomian dimasa yang akan datang dengan alat kebijakan moneter.
2.      Pembatasan Masalah
Dalam hal ini penulis sengaja membatasi masalah meliputi perencanaan ekonomi yaitu :
a.       Peranan sector moneter dalam pembangunan ekonomi
b.      Program moneter
c.       Perencanaan moneter dengan ibadah
3.      Tujuan
Adapun tujuan umum dari penyusunan perecanaan moneter ini adalah sebagai pedoman atau targetting yang akan dilakukan oleh lembaga otoritas moneter dalam kaitannya dengan perekonomian Negara.
Sedangkan tujuan secara khusunya adalah cendrung pada pengetahuan pribadi untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan yang akan dijadikan sebagai bekal hidup dimasa yang akan dating serta harapan nilai yang baik untuk hasil yang baik pula.
B.     Peranan Sektor Moneter dalam Pembangunan Ekonomi
Perencanaan moneter merupakan suatu perencanaan yang komprehensif dengan memperhatikan berbagai variable ekonomi riil termasuk melakukan koordinasi dengan kebijakan fiscal dan kebijakan ekonomi lainnya. Dalam pembangunan ekonomi, peranan sector moneter dicerminkan dengan kebijakan moneter yang secara langsung mempengaruhi pada sisi penawaran dari uang beredar, sedangkan perubahan pada sisi permintaan uang merupakan respons masyarakat terhadap berbagai kebijakan dibidang ekonomi. Interaksi yang terjadi antara kekuatan penawaran dan permintaan terhadap uang bererdar akan menentukan kondisi pasar uang yang tercermin pada perkembangan suku bunga dan jumlah uang beredar. Keadaan pasar uang tersebut dapat menentukan keadaan sector riil setelah berinteraksi dengan pasar barang, seperti yang kita ketahui, bahwa keadaan sector riil tercermin oleh pendapatan nasional, pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, tingkat bunga, tingkat harga dan neraca pembayaran.
Dalam konteks perencanaan pembangunan ekonomi secara makro atau yang dikenal dengan Financial Programming and Policies, perekonomian dikelompokkan kedalam empat sector, yaitu:
a.       Sector riil
b.      Sector eksternal
c.       Sector pemerintah
d.      Sector moneter
Keempat sector tersebut memiliki hubungan saling mempengaruhi satu sama lainnya, seperti pertumbuhan permintaan agregat yang tercermin pada konsumsi, investasi, dan net ekspor, terkait erat dengan pertumbuhan kredit perbankan (jika modal didapat dari pinjaman perbankan) aliran modal masuk, pengeluaran pemerintah, dan factor-faktor lainnya. Disisi lain output agregat tergantung pada pertumbuhan faktor-faktor produksi, modal dan tenaga kerja. Seperti yang telah dikutip diatas, modal juga bisa berupa pinjaman dari bank, pinjaman dari pihak asing & penanaman modal asing (sector eksternal), bantuan pemerintah, atau modal sendiri. Hubungan-hubungan ini akan lebih jelas ditunjukkan oleh gambar 9.1
Sektor Riil
Konsumsi
Investasi
Ekspor
Impor


Sektor Eksternal
Transaksi Berjalan
Ekspor
Impor
Transfer
Penghasilan (Income)
Transaksi Modal dan Keuangan
Investasi Langsung
Aliran Keuangan
-          Pemerintah
-          Swasta
Cadangan Devisa
Sektor Pemerintah (Fiskal)
APBN
Penerimaan, termasuk hibah
Pengeluaran
Keseimbangan (overall)
Pembiayaan
-          Dalam Negeri
-          Luar Negeri
Sektor Moneter
Otoritas Moneter
Aktiva luar negeri bersih    Uang
Aktiva Domestik Bersih      Primer
NCG
Bank Umum
Aktiva luar negeri bersih    Uang
Aktiva Domestik Bersih      Beredar

 






















Perencanaan pembangunan ekonomi dilakukan dengan melakukan proyeksi pertumbuhan ekonomi dengan memperhatikan sector luar negeri dan potensi anggaran pemerintah, kemudian diselaraskan dengan kemampuan moneter sebagai sumber pembiayaan pembangunan yang diperlukan sector riil sekaligus stabilisator. Namun dalam praktiknya sector moneter merupakan residual dalam proses perencanaan setelah dilakukan proyeksi sector riil dan kemampuan keuangan Negara. Dengan demikian, apabila kebijakan moneter terlalu ekspansif, berarti jumlah uang beredar bertambah dan melebihi dari permintaan masyarakat pada tingkat bunga, pendapatan, dan harga, peningktan jumlah unag beredar tersebut dapat mengakibatkan naiknya Purchasing Power Parity (daya beli masyarakat yang tinggi) karena masyarakat memiliki uang yang berlebih, akan mendorong masyarakat untuk membelanjakan uangnya dengan demikian, akan terjadi peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa untuk konsumsi maupun factor –factor produksi dan investasi. Sesuai dengan hokum permintaan dan penawaran, jika terjadi lonjakan permintaan terhadap barang dan jasa, yang melampaui batas, maka barang dan jasa tersebut yang memiliki sifat terbatas cendrung meningkat harganya, karena adanya usaha dari penyedia barang dan jasa tersebut untuk menjaga kestabilan produksi atas barang dan jasa yang dihasilkan supaya tidak terjadi kelangkaan.
Peningkatan permintaan agregat tersebut dapat mendorong kenaikan harga-harga barang dan jasa didalam negeri. Fenomena ini disebut juga sebagai demand-pull inflation. Disisi lain, terjadinya peningkatan permintaan agregat tersebut bisa menjadi anugrah apabila kapasitas dan factor-factor produksi masih cukup tersedia, sehingga kenaikan konsumsi akan memacu kenaikan investasi yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi dan memperluas kesempatan kerja (meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi pengangguran). Namun, jika terjadi sebaliknya yaitu apabila kapasitas dan factor-factor produksi terbatas, kenaikkan permintaan agregat terhadap barang dan jasa serta factor-factor produksi akan meningkatkan harga-harga pada umumnya, sehingga untuk mengatasi keterbatasan tersebut, pemerintah membeli barang import dari luar negeri, sehingga akan menaikkan import. Namun yang menjadi permasalahan selanjutnya adalah selisih dari jumlah import dan ekspor tersebut. Jika import lebih besar daripada ekspor, maka pendapatan luar negeri pemerintah cendrung menurun bahkan deficit, dan sebaliknya, jika import lebih kecil dari espor, maka akan terjadi surplus perdagangan internasional.
Sebaliknya, apabila kebijakan moneter terlalu kontraktif, yaitu penambahan jumlah uang beredar lebih kecil dari permintaan masyarakat, maka akan terjadi pengurangan daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa, sehingga akan mengakibatkan penurunan tingkat investasi. Walaupun harga-harga barang dan jasa akan stabil bahkan menurun, pertumbuhan ekonomi akan melambat dan sasaran akhir pembangunan ekonomi tidak tercapai. Hal seperti ini bisa ditanggulangi dan distabilkan dengan adanya penambahan satu unsure pada interaksi diatas, unsure tersebut adalah Ibadah (Religion), hal ini sudah terbukti benar.
Kebijakan Moneter berfungsi bukan hanya sebagai stabilisator, tetapi juga sebagai katalisator pembangunan ekonomi melalui peranannya dalam mempengaruhi jumlah uang beredar. Dengan pengaturan jumlah uang yang beredar, bank sentaral mengharapkan dapat mengubah kondisi pasar uang sedemikian rupa sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi, inflasi, kondisi neraca pembayaran setra akhlak para pelaku ekonomi bisa berkembang dengan baik dan sesuai dengan apa yang ditargetkan.
Sector moneter dalam pembangunan ekonomi seperti darah dalam manusia, dimana jika sector moneter mengalami keguncangan, maka semua sector riil akan mengalami hal yang sama. Untuk menghindari hal tersebut, maka perlu adanya perencanaan moneter yang sesuai atau relevan dan hati-hati, sehingga kebijakan yang lahir dari perncanaan moneter akan berjalan sesuai dengan rencana, jika tidak maka hanya menghasilkan masalah baru, bukan jalan keluar.
C.    Program Moneter
Program moneter merupakan susunan rencana-rencana yang akan diimplementasikan secara efektif oleh lembaga otoritas moneter atau Bank Sentral (Bank Indonesia) dalam kaitannya dengan proyeksi jumlah uang beredar baik dari sisi penawaran maupun sisi permintaan untuk suatu waktu tertentu. Pada umunya disusun secara tahunan dan memberikan informasi tentang tidakan apa yang perlu diambil oleh bank sentral agar sasaran yang telah direncanakan dan ditetapkan tercapai dengan baik. Program tersebut juga dapat memberikan informasi kepada bank sentral mengenai apa yang akan terjadi pada keadaan perekonomian apabila bank sentral menempuh atau tidak menempuh kebijakan moneter tersebut.
Dalam rangka penyusunan program moneter tersebut, bank sentral terlebih dahulu me-review data statistic moneter beberapa waktu terakhir untuk penyusunan proyeksi moneter yang akurat. Data-data statistic tersebut meliputi Jumlah Uang Beredar dan factor-factor yang mempengaruhinya. Analisis data statistic moneter dilakukan secara statis untuk mengetahui seberapa besar jumlah uang beredardan factor-factor yang menentukannya pada waktu tertentu, dan dilakukan juga secara dinamis dengan cara membandingkan data statistic uang yang beredar pada waktu yang berlainan untuk mengetahui perubahan jumlah uang beredar dan factor-factor yang mempengaruhinya.
Langkah-Langkah Penyusunan Program Moneter
Program moneter perlu disusun secara cermat dan penuh dengan ketelitian, untuk menghasilkan program moneter yang sesuai (relevan) sehingga dapat digunakan dalam menetapkan kebijakan moneter dengan tepat, akurat dan sesuai dengan tujuannya. Oleh karena itu, penyusunan program moneter menuntut pengetahuan teoritis dan kemampuan analisis yang baik untuk menghasilkan kebijakan moneter yang baik pula.
Adapun langkah-langkah penyusunan program moneter yang menjadikan jumlah uang beredar sebagai sasaran adalah sebagai berikut:
1.      Penetapan sasaran makroekonomi
Penetapan sasaran makro ekonomi ini berupa tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, dan tingkat suku bunga.
2.      Pemproyeksian permintaan masyarakat terhadap uang (demand for money)
Permintaan terhadap uang oleh masyarakat biasanya untuk kebutuhan transaksi, berjaga-jaga, dan spekulasi. Dan besarnya permintaan masyarakat terhadap uang tergantung pada perubahan harga-harga barang atau inflasi. Inflasi mempengaruhi keputusan masyarakat dalam mensubstitusikan uang dengan barang-barang riil, semakin tinggi perkiraan tingkat inflasi, semakin besar keinginan masyarakat untuk mensubstitusikan uang dengan barang sehingga permintaan uang menurun. Permintaan masyarakat terhadap uang juga dipengaruhi oleh permintaan uang pada periode sebelumnya, yakni semakin besar permintaan uang pada periode sebelumnya, semakin besar pula permintaan masyarakat akan uang dimasa yang akan datang.
Proyeksi permintaan uang beredar dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan ekonometrik atau permodelan ekonometrik dimana uang beredar sebagai fungsi dari pendapatan nasional, tingkat suku bunga, dan inflasi. Variasi model yang digunakan dalam ekonometrik biasanya disesuaikan dengan karakteristik dan tingkat monetisasi serta perkembangan pasar financial suatu Negara.
Factor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar
Dalam program moneter, perkiraan permintaan jumlah uang oleh masyarakat disebut sebagai sasaran perencanaan moneter, yakni jumlah penawaran uang akan diatur oleh bank sentral dan disesuaikan dengan sasaran perencanaan moneter agar sasaran ekonomi makaro dapat tercapai.
Penawaran uang beredar dipengaruhi oleh net foreign assets (NFA) dan net domestic assets (NDA) yang terdiri dari:
a.       Net Claims on Government (NCG)
b.      Net Claims on Official Entities dan Net Claims on Private Sector (NDC)
c.       Net Other Items (NOI)

Dan bentuk persamaannya adalah :
MS = NFA+NDA
NDA = NCG+NDC-NOI
Neraca pembayaran merupakan sasaran yang secara ex-ante telah ditetapkan bersama-sama ketika menetapkan sasaran pertumbuhan ekonomi, berarti NFA sudah di tetapkan terlebih dahulu. Dengan mengetahui besar NFA dan MS (besarnya sama dengan sasaran perencanaan moneter) maka dengan mudah dapat diketahui NDA, yaitu:
            NDA=MS-NFA
NCG dianggap given yang ditentukan oleh kegiatan pemerintah sesuai anggaran, sedangkan NOI sulit diperkirakan perkembangannya, maka NCG dan NOI dianggap konstan. Maka besarnya NDC dapat diperkirakan, apabila perkiraan jumlah NDC tidak realistis, maka semua asumsi perekonomian diubah sampai semua variable ekonomi tersebut dan factor-faktor yang mempengaruhi uang berear dianggap sudah konsisten.
Pengendalian Uang Beredar Secara Tidak Langsung
Satu-satunya factor yang dapat mempengaruhi jumlah penawaran uang beredar adalah kredit perbankan, yaitu melalui pengendalian reserve bank-bank. Semakin besar reserve bank-bank, maka semakin besar kemampuan bank untuk memberikan pinjaman. Bank sentral mengendalikan reserve bank-bank tersebut, pengendalian uang beredar melalui reserve bank-bank ini disebut pengendalian moneter secara tidak langsung. Dalam hubungan ini menggunakan instrument moneter secara tidak langsung, yaitu seperti reserve requirement, operasi pasar terbuka, fasilitas diskonto, dan fasilitas lainnya. Pada masa sekarang, operasi pasar terbuka paling banyak dipergunakan, yaitu dengan cara penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Pengendalian jumlah uang beredar dilakukan dengan cara pengaturan uang primer dihubungkan dengan penggandaan uang (money multiplier) yaitu rasio antara uang beredar dan uang primer. Money multiplier dipengaruhi oleh preference masyarakat akan uang kartal dan persentasi likuiditas yang wajib dipelihara oleh bank-bank. Jika preferensi masyarakat berubah dari uang kartal menjadi uang giral dan uang kuasi, maka kemampuan bank-bank dalam menciptakan uang beredar semakin bertambah. Apabila reserve requirement diturunkan, maka bank mempunyai kemampuan yang lebih tinggi untuk menciptakan uang beredar.
Penyusunan program moneter melalui pendekatan reserve requirement dilakukan dengan cara memproyeksikan permintaan uang primer, yang meliputi uang kartal dan cadangan bank-bank berdasarkan  target yang ingin dicapai dan memperkirakan penawaran uang primer. Perbandingan hasil perkiraan penawaran uang dan proyeksi permintaan uang primer dapat diperoleh informasi untuk pengendalian moneter oleh otoritas moneter.
Langkah-langkah yang ditempuh oleh bank sentral dalam mengendalikan reserve bank-bank adalah sebagai berikut:
a.       Memperkirakn jumlah kewajiban segera bank-bank (terdiri dari demand deposit dan time deposit)
b.      Perkiraan besar cadangan yang dibutuhkan bank-bank (demand for reserve)
Terdiri dari :
-          Cadangan untuk memenuhi kewajiban minimum (demand for required reserve), dapat diperkirakan jumlahnya karena cash ratio-nya ditetapkan oleh bank sentral
-          Cadangan exces untuk berjaga-jaga (demand for excess reserve), dapat diperkirakan berdasarkan data empiris.
c.       Proyeksi pasokan uang primer (supply of reserve money), proyeksi ini dilakukan dengan memperkirakan perkembangan factor-faktro yang mempengaruhi uang primer
d.      Perkiraan supply reserve bank-bank dibandingkan dengan perkiraan demand reserve bank-bank. Yiatu apabila terjadi excess supply melalui operasi pasar terbuka, dengan menjual surat-surat berharga jangka pendek, atau dengan instrument lain, bank sentral dapat menyedot kelebihan reserve tersebut dan sebaliknya.

D.    Perencanaan Moneter dengan Ibadah (Religion)
1.      Pendahuluan
Kata-kata ibadah (dalam agama Islam) atau Religion (tingkat universal) identik dengan pengabdian seseorang hamba kepada Tuhan-nya dan terpisah dari konsep ekonomi, sejak masa merkantilis dahulu, bahkan sejak masa pemisahan agama dari ilmu pengetahuan. Sehingga yang seharusnya konsep religion dikaitkan dengan ilmu pengetahuan sudah diabaikan, dan hasilnya adalah faham kapitalis (cendrung pada egoism pribadi) dan faham sosialis (cendrung kapada kebersamaan dan pemerataan). Kedua faham tersebut hanya menilai 2 unsur saja, yaitu “Aku” dan “Kamu” (versi kapitalis) serta “Aku” dan “Kami” (versi sosialis). Namun kita lupa unsure ketiga, yaitu Tuhan, sehingga konsepnya adalah “Aku”,”Kamu Semua” dan “Tuhan”.
Kata “Religion” sebenarnya adalah pen-stabil sekaligus pemimpin dari semua system yang ada didunia ini. Tanpa adanya unsure religion, semua siatem didunia ini seperti kartun dalam dua dimensi, mereka hidup kaku tanpa adanya warna nyata, sekalipun diwarnai, mereka hanya menggunakan warna semu dan tidak riil. Ini lah gambaran system yang ada sekarang, hanya berhubungan dengan dua unsure saja, dalam agama islam dikenal dengan Hablu min An-naas (hubungan dengan manusia) namun agama islam tidak mengajarkan hanya hubungan dengan manusia saja, melainkan ada satu hubungan lagi, yaitu “Hablu min Allah” (hubungan dengan Tuhan), sehingga membentuk tiga unsur, yaitu “Aku”,”Kamu Semua” dan “Tuhan”, konsep tiga unsure tersebut dikenal sebagai konsep Tiga Dimensi Keseluruhan atau dikenal sebagai konsep “Tiga Dimensi Kaffah” yang selanjutnya membentuk semacam Trisula Kurva yang dikenal sebagai Kurva “Trisula Kaffah”. Dalam hubungannya dengan perekonomian, kurva 3 dimensi Trisula Kaffah menunjukkan suatu titik keseimbangan yang berbentuk diagonal ruang dan membentuk ruangan kubus. Dalam perekonomian khusunya hubungan antara Uang, Produk dan Religion (dalam ekonomi moneter) menghubungkan 2 kebijakan sekaligus, yaitu kebijakan Fiskal dalam sector riil dan kebijakan Moneter dalam sector financial dan diseimbangkan oleh Religion, semuanya akan terpaku pada religion. Dengan demikian, masuknya unsure Religion dalam perekonomian adalah sebagai penyeimbang atau unsure keadilan dalam system ekonomi.
2.      Ibadah Masuk dalam Sistem Moneter?
Suatu pertanyaan yang mungkin dilontarkan untuk masalah ini, ibadah yang salama ini merupakan bentuk pengabdian kepada Tuhan ternyata mengandung unsure ekonomi dan dapat diterapkan dalam system perencanaan moneter. Sebagai contoh, ketika pada suatu Negara terjadi inflasi, yang diakibatkan bertambahnya jumlah uang beredar secara besar-besaran (tidak terjadinya keseimbangan antara pasar uang dan pasar barang atau jumlah uang yang beredar lebih banyak daripada jumlah barang yang diproduksi) sehingga mengakibatkan melonjaknya Purchasing Power Parity masyarakat sedangkan barang yang diproduksi cendrung terbatas bahkan langka, maka harga dari produk/output (barang dan jasa tersebut) cendrung mengalami peningkatan terus menerus (permintaan semakin tinggi, sedangkan barang dan jasa tebatas) hal seperti ini akan terus menerus terjadi dan pihak otoritas moneter berusaha untuk menstabilkannya dengan 2 dimensi saja itu belumlah cukup, maka unsur Religion perlu dimasukkan, karena unsur tersebut mengatasi masalah dengan pendekatan pribadi dan keseluruhan, dimana religion memberikan himbauan untuk menggunakan harta sebaik-baiknya dan jangan berlebih-lebihan serta menghindari konsep atau transaksi yang tidak jelas (gharar), pengundian nasib (Maysir) serta penggandaan suatu nilai yang mengandung unsur dzalim (riba), serta menganjurkan untuk bersedekah (infak dan shadaqah) dan mewajibkan membayar zakat sesuai nisbat dan nisabnya, serta mewajibkan Haji bagi orang yang mampu (konsep haji ini secara jelas memberikan pendapatan yang sangat besar bagi Negara yang sampai saat ini pun belum tahu realisasinya) serta Religion menganjurkan untuk memproduksi yang sesuai dengan permintaan dan penawaran, dan bertransaksi dengan adil tanpa adanya unsur spekulasi dan kecurangan yang lain.
Dari pemaparan mengenai konsep religion tersebut, kita hubungkan dengan masalah perekonomian yang telah diceritakan di awal. Konsep religion tidak terpengaruh oleh inflasi dan permasalahan lainnya, justru religion-lah yang membawa inflsi tersebut kearah jalan yang benar, ketika harga barang naik unsur religion memerintahkan untuk menggunakan barang-barang yang bermanfaat sehingga permintaan terhadap barang-barang tidak terlalu tinggi, karena masyarakat cendrung membeli barang yang benar-benar dibutuhkan. Bahkan ketika terjadi deflasi-pun masyarakat akan cendrung membeli barang-barang yang hanya dibutuhkan saja (barang primer) hal tersebut diperkuat lagi oleh unsur religion dengan konsep menabung untuk masa depan serta kegiatan ekonomi yang sesuai dengan apa yang dianjurkan agama (lihat ketentuan-ketentuan perniagaan yang ada dalam al-Quran bagi umat Islam). Walaupun sifat masyarakat itu ialah konsumtif dan produktif, tapi jika berjalan dengan pengawasan Religion akan berjalan dengan baik dan benar.
Jika konsep religion ini dimasukkan kedalam instrument moneter, maka akan terjadi substitusi beberapa instrument moneter, seperti substitusi diskonto dengan investasi masa depan dan tabungan haji (bagi ummat muslim) atau tabungan ke vatikan itali, india dan lain-lain untuk agama non islam atau tabungan bakti social (secara global, dalam Islam dikenal dengan Shadaqah) serta substitusi konsep instrument pada Operasi Pasar Terbuka, yaitu konsep bunga SBI diganti dengan bagi hasil dan syirkah dalam SBI dan SUN.
Dalam dunia perbankan, hilangnya unsur-unsur ribawi tersebut bukan masalah, tapi merupakan transformasi dari masalah menjadi maslahah, dimana jika konsep nonribawi diterapkan, maka ketika terjadi resesi perekonomian, perbankan tidak akan mengalami dampak yang sangat fital atau sangat dahsyat, karena konsep bank non ribawi berjalan sesuai dengan aturan yang dianjurkan Islam (Religion). Yang menjadi pertanyaan selanjutnya apakah konsep perbankan nonribawi di Indonesia sudah sesuai dengan anjuran agama? Jawabannya adalah belum 100% tapi sedang menuju kesana. Karena sesuai dengan istilah “meluruskan tulang rusuk yang bengkok harus dengan hati-hati dan perlahan-lahan. Jika sekaligus yang terjadi adalah patah”
Anjuran Zakat, Infak, Shadaqah, dan Wakaf (ZISWAF) bisa dijadikan sebagai investasi religi dan bahkan alat promosi yang jitu dalam perniagaan, selain itu juga ziswaf bisa meningkatkan tali persaudaraan dan akhirnya menimbulkan rasa aman dan tentram, serta ziswaf dapat dijadikan senjata pemberantasan kebodohan dan pensejahteraan rakyat, dimana terjadinya aliran dana dari orang yang memiliki dana berlebihan kepada orang yang kekurangan dana, sehingga mereka bisa hidup dengan baik dan meningkatkan Purchasing Power Parity masyarakat yang kurang mampu akibatnya permintaan terhadap output akan stabil bahkan meningkat dengan hadirnya konsumen baru (kalangan kurang mampu). Peningkatan permintaan output tersebut dibarengi dengan unsur Religion yang mengatur produksi yang berkualitas dan dengan kuantitas tertentu sehingga walaupun harga dari output tersebut agak mahal, tapi masyarakat yang kurang mampu sudah memiliki daya beli dan akhirnya “output laku, harga saku, zakat kudu, usaha terus melaju dan kesejahteraan akan segera tertuju”.
3.      Reformasi Moneter
Reformasi moneter tidak hanya terbatas oleh pengeluaran uang (penciptaan uang) namun juga meliputi pelindungan nilai uang tersebut, dengan kebenaran muamalat (perniagaan) dan tidak mengeksploitasinya didalam hal-hal yang merugikan ummat. Upaya yang dapat dilakukan dalam hal ini adalah peranan Religion, yaitu:
a.       Religion melarang setiap hal yang berdampak pada bertambahnya gejiolak dalam daya beli uang dan ketidak stabilan nilainya yang hakiki, contohnya sebagai berikut:
-          Pengharaman memperdagangkan uang
-          Pengharaman Penimbunan Harta
-          Pengawasan terhadap inflasi dengan memperkuat unsur R, sehingga inflasi tidak begitu dirasakan parah.
b.      Agar uang berperan pada fungsinya dan terlindung nilainya
c.       Melindungi Inflasi (menjaga inflasi) dengan himbauan untuk investasi riil dan tidak berlebih-lebihan dalam konsumsi.
d.      Penyatuan mata uang (hubungannya dengan dunia internasional).
e.       Revolusi mata uang (penggantian jenis mata uang dengan jenis lain yang sesuai dengan nilai penggantinya) hal ini pernah terjadi sewaktu masa pemerintahan Ummar bin al-Khattab RA.
Dari hal diatas, dapat diproyeksikan program moneter yang harus ditempuh untuk perencanaan moneter kedepannya, karena itu program moneter tertuang dalam konsep ZISWAH dan Mu’amalat Syar’iyyah.
4.      Kesimpulan
Dengan demikian, dapat kita tarik kesimpulan bahwa program yang dapat ditempuh oleh bank sentral adalah penyeimbangan dan pemantapan R, dimana instrument R adalah Zakat, Infak, Shadaqah, Wakaf, Haji, Himbauan Moral, Investasi riil (mudharabah, musyarakah, wakalah dan kerabat-kerabatnya) dapat menetralisir inflasi, dengan cara pengaturan JUB yang tidak mengendap, yakni uang tidak mengendap di Bank, melainkan terus berjalan sesuai denga kegiatan ekonomi yang terpantau oleh aturan agama. Bahkan instrument Ziswaf tadi bisa berfungsi sebagai distributor uang beredar dengan mempertimbangkan unsur social dan agama, terdistribusinya uang yang beredar dengan baik dapat menghasilkan hal yang baik pula.
Hal ini menyingkirkan konsep diskonto Bank yaitu peningkatan tingkat suku bunga untuk menarik dan mengurangi jumlah uang yang beredar supaya tidak terjadi inflasi, hal seperti ini kurang tepat, karena hanya berfikir mengurangi masalah, bukan mengatasi masalah, bahkan kebijakan diskonto pun bisa jadi masalah serius di kemudian hari. Berarti kebijakan diskonto tersebut adalah kebijakan mengurangi masalah dengan potensi penambahan masalah di masa depan (transfer masalah, bukan sharing masalah). Dan operasi pasar terbuka yang masih menggunakan tingkat suku bunga akan bernasib sama, karena transaksi bukan berdasarkan pada keuntungan riil namun berdasarkan pada keuntungan harapan (masih gharar), sehingga perlu adanya perombakan transaksi dalam OPT, dari transaksi dengan keuntungan gharar menjadi transakasi dengan keuntungan riil atau sesuai dengan keadaan perekonomia.
 Kesimpulan Akhir
System moneter dalam suatu Negara perlu direncanakan dengan baik dan benar oleh lembaga otoritas moneter, dalam rangka menciptakan kebijakan moneter yang sesuai dengan apa yang terjadi pada perekonomian, sehingga dapat menciptakan kestabilan system perekonomian dalam suatu Negara.
Dalam kaitannya dengan perencanaan moneter, harus dibuat suatu program moneter untuk menaggulangi atau sebagai antisipasi terhadap gejolak perekonomian yang bisa terjadi kapan saja, baik itu inflasi maupun hal yang lainnya. Dalam Program Moneter yang dibuat oleh pihak otoritas moneter (bank sentral) meliputi kebijakan yang ditempuh oleh bank sentral dalam mengatasi masalah perekonomian, seperti Program atau kebijakan Operasi Pasar Terbuka (OPT), kebijakan diskonto, dan himbauan moral. Namun hal tersebut dirasa belum cukup untuk menanggulangi masalah perekonomian, sehingga perlu adanya perubahan atau penambahan cara baru untuk menaggulangi masalah perekonomian tersebut, cara baru yang muncul adalah memasukkannya nilai Agama kedalam system moneter dan perencanaan moneter, sehingga dapat menciptakan suatu kebijakan moneter yang bisa menanggulangi masalah perekonomian. Unsur agama ini merupakan unsur ke tiga yang mulai masuk kedalam system perekonomian dan tertuang dalam kurva tiga dimensi.
Demikianlah kesimpulan yang dapat disampaikan oleh penulis, selebihnya penulis mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan yang ada dalam tulisan ini, karena penulis juga manusia yang memiliki sifat salah dan benar. Dan penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai bahan koreksi untuk penulisan dimasa yang akan dating. Semoga karya tulis ini bisa bermanfaat. Amiin.
  Referensi
Pohan, Aulia (2008). “Kerangka Kebijakan Moneter & Implementasinya di Indonesia” Rajawali Pers: Jakarta
Ahmad al-Haritsi, Jaribah (2003). “Al-Fiqh Al-Iqtishadi Li Amiril Mukminin Umar Ibn Al-Khaththab”. Dar Al-Andalus  Al-Khadra’:Jeddah, Saudi Arabia. Cet. I
Chapra, M. Umer. Dr. (2000). “Sistem Moneter Islam” Tazkia Institute 

No comments:

Post a Comment